Kamis, 14 Mei 2015

Bahaya Mie Instan Campur Nasi

Bahaya Mie Instan Campur Nasi

Nasi dan mie instan selama bertahun-tahun menjadi belahan jiwa mayoritas warga Indonesia dan tentunya salah satu primadona mahasiswa perantau. Jika tidak ada lauk, sudah akhir bulan dan duit cekak, biasanya masak saja mie instan. “Kalau masih kurang kenyang, tambahkan nasi”, begitulah biasanya yang terlintas dipikiran kita.
kebiasaan yang cukup enak dan tidak memakan banyak biaya ini ternyata cukup berbahaya bagi kesehatan. Pada dasarnya, mie instan dan nasi sama-sama mengandung kalori yang cukup tinggi dan sebagai salah satu  sumber karbohidrat bagi tubuh.
Dalam satu porsi ukuran sedang nasi dan lauk pauk, sudah terkandung sekitar 400-an kalori, jumlah itu sama dengan satu porsi mie instan. Jika satu porsi nasi ditambah mie instan , bisa Anda bayangkan berapa kalori yang masuk dalam tubuh kita. Bisa mencapai 800 – 900 kalori dalam sekali makan, padahal kita hanya butuh 1200 – 1400 kalori per hari.

Mengakibatkan penyakit Diabetes dan kencing manis
karbohidrat yang terkandung dalam mie instan dan juga nasi nantinya akan diubah oleh tubuh menjadi glukosa atau gula. Gula ini nantinya yang akan di proses oleh insulin yang diproduksi oleh pankreas menjadi sumber tenaga. Jika glukosa terlalu banyak, kerja paankreas untuk memproduksi insulin pun semakin berat. Lama kelamaan pankreas akan aus dan rusak. Setelah pankreas rusak, pankreas tidak akan mampu memproduksi insulin dengan baik. sehingga glukosa akan semakin banyak yang menumpuk didalam tubuh. Hal inilah yang menimbulkan penyakit diabetes ini.


Berpotensi terjadinya obesitas.
Sudah diketahui bahwa mie instan dan juga nasi sama-sama mengandung karbohidrat yang tinggi. Jika sobat terlalu sering mengkonsumsi mie instan yang dicampur dengan nasi maka kalori yang berlebihan itu akan disimpan oleh tubuh dalam bentuk lemak. Hal inilah yang nantinya akan membuat tubuh menjadi gemuk atau obesitas.

Senin, 04 Mei 2015

Laporan DDIT Redoks


I.         PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Difusi gas dalam air berjalansangat lambat, sekitar 10 kali lebih kecil dari kecepatan difusi pada fase gas. Kecepatan difusi O2  dalam air sering kali jauh lebih rendah dari kecepatan konsumsi O2 oleh tanah dalam hal ini mikroorganisme. Kondisi seperti ini menyebabkan terbentuknya lapisan oksidasi dibagian-bagian lapisan oksidasi di bagian atas dan lapisan reduksi di bawah lapisanatas tanah. Pada lapisan teroksidasi dijumpai oksigen bebas (O2), tetapi lapisan reduksi O2tidak ada. Di dalan tanah proses pembentukan oksidasi dan reduksi sangat berhubungan erat oksigen tanpa oksigen proses oksidasi tidak dapat berlangsung hal ini di karenakan pada proses oksidasi dan reduksi, oksigen berperan sebagai unsur yang menjalankan reaksi pada proses oksidasi dan reduksi. Reaksi oksidasi dan reduksi dalam tanah biasanya digunakan dalam kompleks pada pembentukan lapisan tanah,reaksi ini bertindak sebagai sumber ion- ion penyusun unsur dalam lapisan oksidasi dan reduksi dalam tanah. 
Pada lapisan tanah yang mengalami proses reduksi,prosesnya dijalankan dalam pelarutlambanatau dalam cairan murni, dan menggunakan katalis Ni, Pd, atau Pt. Di dalam tanah Aldehida berperan sebagai senyawa organic yang paling mudah teroksidasi, dengan mudah teroksidasi menjadi asam karboksilat oleh berbagai agen pengoksidasi, bukan hanya oleh pereaksi-pereaksi tetapi juga oleh agen pengoksidasi yang relatif lemah seperti ion perak dan ion tembaga.
 Reaksi inidigunakan untuk membedakanantara reaksi pembentukan lapisanoksidasi ataulapisan reduksi yangterjadi pada tanah.Keadaan pada proses pembentukan lapisan reduksi ditandai ditandai oleh terbentuknya lapisan perak pada wadah atau tabung reaksi. Reaksi ini pula digunakan dalam proses pembuatan permin perak. Demikianpula dengankodensasi pada lapisan oksidasi tanah yangreaksinya membentuk senyawa karboksilat sehingga edisi terhadap ikatanrangkap karbon oksigen melibatkan serangan suatu nukleofil pada karbonil. Pemberian kapur, sehingga pH meningkat diatas 5,0 akibatnya aktivitas bakteri pengoksidasi terhambat, karena meningkatnya populasi bakteri lainnya yang dapat menyaingi dalam pengambilan berbagai kebutuhan hidupnya seperti oksigen dan lainnya.
1.2. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum Pembentukan Lapisan Oksidasi dan Reduksi adalah menetapkan pembentukan proses Oksidasi dan Reduksi pada tanah inceptisol yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.Kegunaan dari praktikum Pembentukan  tanah ini adalah memberi informasi tentang Pembentukan Lapisan Oksidasi dan Reduksi pada jenis-jenis tanah yang dapat menentukan jenis suatu komoditas yang dapat dikembangkan pada tanah tersebut.
II.    TINJAUAN PUSTAKA
Reduksi merupakan proses kimia dimana muatan negatif naik, sedang muatan positif turun. Misal CaSO4 (keras) dilarutkan dalam air menjadi CaSO4.2H2O (lebih lunak).Reaksi reduksi dominan pada tanah-tanah berkadar bahan organik  tinggi (tanah gambut) di rawa-rawa, seperti di pantai Timur Sumatera Selatan dan Jambi, sehingga berpotensial redoks rendah.Pada kawasan dominan reduksi ini terbentuk tanah yang umumnya berwarna kelabu cerah, senyawa-senyawa Fe dan Mn bermobilitas tinggi. (Hardijowigeno,2003)
Oksidasi merupakan proses kehilangan elektron atau penggabungan senyawa dengan oksigen.Oksidasijuga dinyatakan sebagai reaksi yang menyebabkan berkurangnya elektron (muatan negatif) baik melalui penambahan oksigen maupun tanpa oksigen. Reaksi ini merupakan reaksi alamiah yang dominan karena udara mengandung 23,12% oksigen.Proses oksidasi terhadap bebatuan umumnya terjadi lewat oksidasi senyawa-senyawa besi (Fe) dan mangan (Mn) yang dikandung mineral penyusunnya, karena kedua logam ini mempunyai dua bentuk, yaitu bentuk tereduksi dan bentuk teroksidasi.Transformasi bentuk reduksi-oksidasi ini kemudian memicu terjadinya pelapukan bebatuan secara kimiawi. (Hardijowigeno,2003)
 Mempercepat proses reduksi sulfat dan besi, dengan menciptakan kondisi lingkungan yang diperlukan oleh bakteri tersebut. Hasil reduksi tersebut dikeluarkan dari lahan melalui air drainase saat air surut. Reduksi sulfat tersebut dimedia oleh organisme yang diketahui secara kolektif sebagai bakteri pereduksi sulfur (SRB). SRB merupakan bakteri obligat anaerob yang menggunakan H2 atau organik sebagai donor elektron (chemolithotrophic). Kelompok organisme pereduksi sulfat ini secara generik diberi nama awal dengan “desulfo”, dimana SO42- sebagai aseptor elektron. Bakteri tersebut berasal dari genus Desulfovibrio dan Desulfotomaculum yang merupakan organisme heterotrophic, yang menggunakan sulfate, thiosulphate (S2O3) dan sulfide (SO3-) atau ion yang mengandung sulfur tereduksi sebagai terminal aseptor elektron dalam proses metabolisme. Bakteri tersebut memerlukan subtrat organik yang berasal dari asam organik berantai pendek seperti asam laktat atau asam piruvat. Dalam kondisi alamiah, asam tersebut dihasilkan oleh aktivitas fermentasi dari bakteri anaerob lainnya. Laktat digunakan oleh SRB selama respirasi anaerobik untuk menghasilkan acetat .H2S tersebut berguna untuk mengendapkan Cu, Zn, Cd sebagai metal sulfide (Hanafiah ,2005).
Reaksi reduksi-oksidasi yang biasanya dikenal sebagai kondisi redoks tanah, terjadi pada hampir semua tanah. Baik kondisi reduksi maupun oksidasi dapat terjadi secara serempak dalam pedon. Kondisi redoks tanah mempengaruhi stabilitas senyawa-senyawa besi dan mangan. Aktivitas mikrobia, akumulasi dan dekomposisi bahan organik sampai tingkat tertentu juga dipengaruhi oleh kondisi redoks tanah. Tanah-tanah dengan kondisi redoks yang berbeda dapat mempunyai reaksi yang berbeda terhadap pemupukan N (Kim H. Tan, 1991).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan lapisan oksidasi dan reduksi yaitu adanya faktor pencucian dari lapisan di dalam tanah yang menyebabkan tanah membentuk lapisan oksidasi atau lapisan reduksi. Kemudian pembentukan lapisan oksidasi dan reduksi juga dipengaruhi oleh adanya zat- zat protein yang berhubungan langsung oleh mikroorganisme yang sangat berperang penting dalam proses oksidasi dan reduksi di dalam tanah .
          Reaksi oksidasi dan reduksi pada tanah tersebut juga dipengaruhi berbagai aspek, baik kimia, biologi maupun fisika tanah. Ditinjau dari aspek biologi, maka kecepatan oksidasi senyawa pirit sangat ditentukan oleh peran dari bakteri pengoksidasi pirit yang disebut Thiobacillus sp.. Sedangkan dalam kondisi reduksi, pembentukan pirit atau H2S sangat ditentukan olek aktivtas bakteri pereduksi sulfat Desulfovibro sp. Karena itu dalam pengelolaan tanah sulfat masam dapat didekati melalui pemanfaatan peranan kedua bakteri tersebut. Namun aktivitas kedua bakteri tersebut dipengaruhi oleh lingkungannya, karena adanya saling ketergantungan satu sama bakteri lingkungannya(Hakim,1986).
III. MOTOLOGI PERCOBAAN
3.1. Tempat dan Waktu
Praktikum Reaksi dan oksidasi Tanah dilaksanakan di Laboratorium Fisika Tanah, Jurusan Ilmu Tanah, FakultasPertanian, UniversitasHasanuddin,Makassar.Pada hari Kamis, 25 November 2010,pukul 15.00WITA-selesai.
3.2. Alat dan Bahan
Adapunalat yang digunakan pada praktikum Pembentukan Lapisan Oksidasi dan Reduksi adalah 3 buah botol selai/ botol tekstur.
Adapunbahan yang digunakan adalah butir formalin, gula, dan air, dan sampel tanah sawah(tanah bertekstur liat)
3.3. Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja dalam praktikum ini yaitu:
1.         Menyiapkan 3 buah botool tekstur, kemudian isi dengan tanah bertekstur liat (tanah sawah) hingga mencapai setengah botol.
2.         Menambahkan botol I air hingga penuh, botol II tambah pula air dengan gula, sedangkan botol III tambahkan air dan formalin.
3.         Menyimpan dalam waktu yang lama, amati dan bandingkan perubahan yang terjadi.
% liat      =x 100%IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Berdasarkan hasil pengamatan Pembentukan Lapisan Oksidasi dan Reduksi yang diperoleh dapat dilihat pada tabel beriku:
Tabel, pengamatan pada pembentukkan lapisan oksidasi dan reduksi
Botol                     Perlakuan                                  Hasil Reaksi Yang Terjadi
I                              Akuades                                     oksidasi
II                            Air+gula oksidasi-reduksi
IIIAir+formalin tidak terjadi reaksi
4.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan maka diperoleh hasil bahwa,Pada Botol I yang ditambahkan Aquades proses pembentukan yang terjadinya yaitu Oksidasi. hal ini sesuai dengan pendapatHardijowigeno (2003).Yang menyatakan bahwakehilangan elektron atau penggabungan senyawa dengan oksigen.Proses oksidasi terhadap bebatuan umumnya terjadi lewat oksidasi senyawa-senyawa besi (Fe) dan mangan (Mn) yang dikandung mineral penyusunnya, karena kedua logam ini mempunyai dua bentuk, oksidasi senyawa pirit sangat ditentukan oleh peran dari bakteri pengoksidasi pirit.
Pada Botol II yang ditambahkan air dan gula, hasil yang diperoleh yaitu terjadi pembentukan lapisan oksidasi dan lapisan reduksi, Keadaan tersebut dapat terjadi akibat penambahan air dalam botol tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Kim H. Tan (1991) yang menyatakan bahwa air mengambil peranan secara langsung pada proses reduksi dan oksidasi. Susunan air dapat menyebabkan ketidakseimbangan muatan. Polaritas air juga membantu pelarutan garam karena komponen ion dari garam mempunyai afinitas lebih besar terhadap air daripada terhadap sesamanya. Keadaan demikian dapat mempengaruhi kecepatan difusi O2
Pada botol III yang ditambahkan formalin hasil pengamatan yang di peroleh itu tidak terjadi pembentukan lapisan oksidasi atau lapisan reduksi, hal ini di karenakan pembentukan lapisan oksidasi  dan reduksi di pengaruhi oleh daya kerja mikroorganisme, hal ini sesuai dengan pendapat Hakim (1986). Yang menyatakan bahwa  mikroorganisme akan membentuk  lapisan oksidasi dan reduksi di dalam  tanah apabila di dalam tanah tersedia protein, protein merupakan sumber energy bagi mikroorganiosme, sehingga apabila tanah di campurkan dengan formalin maka mikroorganisme akan susah memperoleh energy di dalam tanah dan formalin juga akan mematikan mikroorganisme di dalam tanah.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa:
o   Pada botol tekstur I  terjadi pembentukan lapisan oksidasi
  • Pada botol  tekstur II terjadi pembentukan lapisan oksidasi dan lapisan reduksi
  • Pada botol tekstur III tidak terjadi pembentukan baik lapisan reduksi maupun oksidasi
o   Adapun faktor- faktor yang mempengaruhi pembentukan lapisan oksidasi dan reduksi pada tanah yaitu pencucian , kandungan protein  ,dan kelangsungan hidup mikroorganisme
5.2. Saran
Sebaiknya, praktikum dilaksakan sesuai dengan prosedur kerja agar hasil sesuai dengan apa yanng diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Ali Hanafiah, Kemas, Dr. Ir. 2004. Dasar-dasar ilmu tanah. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta
Foth, Henry.D. 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah, Erlangga, Jakarta
Hakim, N., M. Yusuf Nyakpa, A. M. Lubis, Sutopo Ghani Nugroho, M. Amin Diha, Go Ban Hong, H.H. Bailey, 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung, Lampung
Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika pressindo.
Hanafiah, Dr. Ir. Kemas Ali. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta.

Laporan DDIT Porositas Tanah

laporan DDIT (porositas tanah)


I.           PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tanah secara fisik terdiri dari padatan, cairan dan gas. Berupa padatan sebagai bahan organik dan organik. Sebagai cairan seperti berbagai macam garam dan senyawa yang larut dalam tanah. Sedangkan berupa gas seperti udara di dalam tanah yang mengisi pori-pori antara butiran yang tidak terisi oleh air tanah.
Pori tanah adalah ruang antara butiran padat tanah.  Pori ditempati oleh udara dan air. Pada umumnya pori-pori besar terisi udara kecuali bila tanah seluruhnya tergenang air, dan pori-pori kecil berisi air, kecuali bila sangat kering.
Ruang pori tanah adalah bagian isi tanah yang tidak terisi oleh arah padatan, tetapi oleh udara dan air. Pada umumnya jumlah pori ditentukan oleh susunan butir-butir padat. Kalau mereka cenderung erat satu sama lain seperti dalam pasir atau subsoil yang padat porositas totalnya rendah kalau tersusun dalam agregat yang bertekstur sedang yang besar kandungan bahan organiknya, ruang pori per satuan volume akan tinggi.
Pori-pori tanah terbagi menurut besar kecilnya ruangan atau rongga antar partikel tanah, pori terbagi menjadi tiga kelompok yaitu: (1) pori makro atau pori besar, (2) pori meso atau pori sedang, dan (3) pori mikro atau pori kecil.  Masing-masing kelompok ini menempati lapisan-lapisnaan tanah yang berbeda.  Pada lapisan pertama banyak terdapat pori makro dan pori mikro hampir tidak ada.  Lapisan kedua pada umumnya pori meso banyak dan juga ada pori mikro dan pori makro tetapi tidak terlalu banyak.  Yang menempati pori-pori tanah ini tergantung pada musim.  Hampir semua musim dipengaruhi oleh udara, walaupun ditempati udara tetepi sebagian kecil masih terdapat air, terutama pada musim hujan banyak terdapat pori mikro.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilaksanakan praktikum porositas tanah untuk mengetahui lebih jauh bagaimana porositas yang terjadi pada  beberapa jenis tanah.
1.2. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan praktikum porositas adalah untuk mempelajari tingkat porositas tanah pada inceptisol dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Kegunaannya adalah untuk memberikan pengetahuan dasar tentang penentuan porositas tanah dan mengetahui bagaimana hubungan porositas dengan tingkat kesuburan tanah.
II.        TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Porositas
Porositas tanah adalah persentase volume tanah yang tidak ditempati butiran padat. Susunan butiran tanah juga menentukan jumlah dan sifat pori. Ukuran pori-pori liat kecil dan dapat menahan air, tetapi permeabilitasnya sangat lambat, sebaliknya pasir mempunyai pori-pori yang besar tetapi daya menahan airnya kurang (Pairunan, dkk. 1997).
Ruang pori total adalah volume dari tanah yang ditempati oleh udara dan air. Persentase ruang pori total disebut PorositasUntuk menentukan porositas ”Cores”, tanah ditempatkan pada tempat berisi air sehingga jenuh dan kemudian ”Cores” ditimbang. Perbedaan berat antara keadaan jenuh dan cores yang kering oven merupakan volume ruang pori untuk tanah (Kemas, 2007)
 Ruang pori-pori tanah adalah bagian yang diduduki udara dan air. Jumlah ruang pori-pori ini sebagian besar ditentukan oleh susunan butiran-butiran padat. Kalau letak satu sama lain erat seperti pasir atau subsoil yang porositasnya rendah. Kalau tersusun dalam agregat yang tergumpal bahan organiknya, ruang pori per satuan volume akan tinggi (Buckman dan Brady, 1982).
Pori-pori tanah dapat dibagi menjadi dua macam yaitu pori-pori besar yang merupakan pori yang berisi udara dan air gravitasi. Pori ini tidak menahan air dengan gaya kapiler sehingga sering disebut sebagai pori aerase atau pori non kapiler. Jenis pori yang kedua yaitu pori halus yang merupakan pori yang berisi
udara dan air kapiler sehingga disebut juga pori kapiler. Pori mampu menahan air dalam tanah. Tanah yang baik adalah yang seimbang antara pori aerasi dan pori kapilernya (Hardjowigeno, S. 1992).
Air tersimpan atau tertekan dalam pori karena adanya gaya kapiler. Pori-pori besar yang tidak menahan air dengan gaya kapiler disebut dengan pori nonkapiler atau pori aerase atau gaya-gaya kapiler yang dinamakan pori kapiler atau pori mikro. (Hakim, dkk, 1986)
2.2.  Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Porositas Tanah
Porositas tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang salah satu diantaranya adalah keadaan tekstur  tanah. Tanah yang bertekstur ganuler atau  remah memiliki tingkat porositas yang lebih tinggi daripada tanah yang bertekstur massive (pejal) dengan tingkat porositas tanah yang kecil.  Kedua tipe tekstur tanah tersebut  memiliki perbedaan dalam hal ruang/pori yang didalamnya terdapat air dan udara. Tanah yang bertekstur ganuler memiliki ruang/pori tanah yang besar berisi udara dan kadar air yang lebih sehingga menunjung tanaman dalam perkembangannya, sedangkan tanah bertekstur massive dengan tingkat pori yang lebih kecil serta kandungan air yang sedikit dan sangat mudah untuk hilang sehingga tanaman mudah kering (Pairunan, dkk., 1997).
Porositas suatu lapisan tanah juga dipengaruhi oleh ada tidaknya  perkembangan struktur granular pada tiap lapisan horizon tanah yang akan memberikan hasil porositas total yang tinggi dan dapat meningkatkan jumlah pori mikro dan pori makro suatu lapisan tanah. Sehingga, pada suatu lapisan tanah dengan struktur remah atau kersai sangat berpengaruh dalam penentuan porositas karena dengan struktur tanah tersebut umumnya mempunyai porositas yang besar  (Hakim, dkk. 1986).
            Nilai suatu  porositas berbanding lurus dengan besar kecilnya struktur tanah. Tanah dengan struktur kersai membuat tingkat porositas semakin tinggi, sedangkan bilamana struktur tanah rendah maka nilai porositasnya juga akan menurun    (Pairunan, dkk. 1997).
            Penentuan  Porositas tertuju pada partikel-partikel yang ada di dalam lapisan tanah. Jadi Porositas tiap jenis tanah  adalah konstan dan tidak bervariasi dengan jumlah ruang dan antara partikel-partikel. Untuk kebanyakan tanah-tanah mineral rata-rata kerapatan zahranya adalah 2,6 gr/cm3.  Perbedaan  kerapatan dengan zahra diantara jenis-jenis tanah tidak begitu besar, kecuali terdapat variasi di dalam kandungan bahan organik dan komposisi mineral tanah (Sarwono, 2003).
Salah satu pentingnya dilakukan pengolahan tanah adalah untuk memperbesar porositas tanah. Selain pengolahan tanah, adapun cara lain yang dilakukan untuk memperbesar porositas tanah yaitu dengan penambahan bahan organik dan pengolahan tanah secara minimum. Karena tanah pertanian dengan pengolahan yang intensif cenderung mempunyai ruang pori rendah, apabila terjadi penanaman secara terus-menerus tanpa adanya pengolahan tanah maka akan mengurangi pori-pori mikro dan kandungan bahan organik dalam tanah (Hakim, dkk. 1986).
III.     METODOLOGI PERCOBAAN
3.1.Tempat dan Waktu
Praktikum porositas Tanah dilaksanakan di Laboratorium Fisika Tanah, Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar. Pada hari Kamis, 11 November 2010,  pukul 15.00  WITA-selesai.
3.2.  Alat dan Bahan
Adapu alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
·         Timbangan digunakan sebagai alat untuk menimbang sampel tanah utuh
·         Oven digunakan sebagai alat untuk mengeringkan sampel tanah utuh Ring
·         sampel digunakan sebagai wadah untuk mengambil sampel tanah.
·         Mistar pengukuran digunakan sebagai alat mengukur tinggi dan jari-jari ring sampel.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sampel tanah dan air.
3.3  Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja pada percobaan ini adalah :
1.      Menghitung nilai bulk density dan partikel density contoh tanah.
2.      Menghitung porositas dengan persamaan :
porositas  =  1 –  x 100%
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan pada porositas tanah maka diperoleh hasil sebagai berikut.
Tabel. Perhitungan Porositas Pada Tanah Inceptisol
                  Lapisan
                  porositas
                  l
                  45%
4.2 Pembahasan
Pada tanah Inceptisol lapisan mempunyai nilai porositas 45%, hal ini terjadi karena pada tanah ini memiliki lapisan organik rendah dan porositas tanah juga dipengaruhi oleh tekstur. Hal ini sesuai dengan pendapat Hardjowigeno, S. (1987), yang mengemukakan bahwa porositas tanah tinggi jika bahan organiknya tinggi pula, tanah dengan struktur granular dan remah mempunyai porositas yang lebih tinggi dari pada tanah dengan strukutr. Tanah dengan struktur pasir mempunyai pori-pori mikro sehingga sulit menahan air. Pairunan A, K, dkk (1985), juga menambahkan bahwa pengolahan tanah juga sementara dapat memperbesar porositas, namun dalam jangka waktu yang lama  akan menyebabkan menurunnya porositas. Oleh karena itu untuk memperbesar porositas tanah tindakan yang perlu dilakukan adalah dengan penambahan bahan organik atau melakukan pengolahan tanah yang minimum.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada praktikum penetapan nilai porositas tanah,  maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
a.       Tanah inceptisel lapisan I memiliki nilai porositas tanah sebesar 45%.
b.      Faktor-faktor yang mempengaruhi porositas tanah adalah kandungan bahan organik, struktur dan tekstur tanah.
5.2 Saran       
Sebaiknya, dalam ptaktikum Porositas digunakan juga tanah alfisol dengan berbagai lapisan agar dapat menjadi perbandingan antara nilai porositasnya


DAFTAR PUSTAKA
Hakim N, Nyapka M.Y., Lubis A.M, Nugroho S.G, Saul M.R, Dina M.A, Hong G.B, Bailey H.H., 1986, Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Penerbit Universitas Lampung, Lampung.
Hardjowigeno, S., 1992. Ilmu Tanah. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.
Kemas, A.H., 2007, Dasar-Dasar Ilmu Tanah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Pairunan, Anna, K., Nanere, J, L., Arifin., Solo, S, R. Samosir, Romoaldus Tangkaisari, J. R Lalapia Mace, Bachrul Ibrahim., Hariadji Asnadi., 1997. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Timur, Makassar.
Sarwono, H., 2003, Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Presindo. Jakarta.

Laporan DDIT Dispersi tanah


I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dispersi tanah merupakan aspek penting dalam proses koagulasi untuk pemisahanpartikel-partikel yang terdapatdalamtanah, dan dipengaruhi oleh media pendispersi terutama air, kekuatan ion, dan pH. Muatan permukaan partikel-partikel ion di dalamtanah penyebab kekeruhan di dalam air adalah sejenis. Oleh karena itu, jika kekuatan ionik di dalam air rendah, maka ion akan tetap stabil.
Dalam proses pembentukan tanah terjadi juga proses disintegrasi dan sintesis. Disintegrasi (pelapukan) terjadi dalam proses pelapukan mineral dalam batuan sehingga mineral dan batuannya hancur dan unsur-unsur penyusunnya terlepas dari mineral tersebut. Selanjutnya, terjadilah proses sintesis (pembentukan) mineral baru (mineral sekunder) yang berupa mineral liat dari senyawa-senyawa hasil disintegrasi tersebut. Proses disintegrasi terjadi juga pada pelapukan bahan organik, dimana senyawa-senyawa hasil disintegrasi dapat bereaksi kembali membentuk sintesis senyawa organik baru yang lebih stabil.           
Alfisol merupakan tanah-tanah dimana terdapat penimbunan liat di horizon bawah (Horizon Argalik) dan mempunyai kejenuhan basa tinggi yaitu lebih dari 35% pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah. Liat yang tertimbun pada horizon bawah ini berasal dari horizon atasnya yang tercuci ke bawah bersama dengan gerakan air.  Tanah Alfisol terbentuk dari bahan-bahan yang mengandung karbonat dan tidak lebih tua dari Pleistosin. Di daerah dingin, hampir semuanya berasal dari bahan induk yang berkapur dan masih muda. Di daerah basah, bahan induk biasanya lebih tua daripada di daerah dingin. Tanah Alfisol dapat ditemukan pada wilayah dengan temperatur sedang/sub tropik dengan adanya pergantian musim hujan dan musim kering. Pembentukan tanah Alfisol memerlukan waktu ± 5000 tahun, karena lambatnya proses akumulasi liat untuk membentuk horison argilik. Di Indonesia, pembentukan tanah alfisol memerlukan waktu sekitar 2000 sampai 7000 tahun yang berdasarkan tingkat perkembangan horisonnya.
Inceptisol adalah tanah muda dan mulai berkembang. Profilnya mempunyai horizon yang dianggap pembentukannya agak lamban sebagai hasil alterasi bahan induknya,  horizon timbunannya liat dan besi alumunium oksida yang jelas tidak ada pada golongan ini. perkembangan profil golongan ini lebih berkembang bila dibandingkan dengan alfisol. Inceptisol mempunyai karakteristik dari kombinasi sifat-sifat tersedianya air utnuk tanaman lebioh dari ½ tahun atau lebih dari 3 bulan berturut-turut dalam musim kemarau, satu atau lebih horizon pedogenik dengan sedikit akumulasi bahan selain karbonat atau silika amorf. Tekstur lebih halus dari pasir gelohan (loamy sand) dengan beberapa mineral lapuk dan kemampuan menahan kation fraksi lempung yang sedang-tinggi. Penyebab lempung kedalam tanah tidak dapat diukur.
 Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan praktek ini guna  mengetahui lebih lanjut apakah  pada tanah Alfisol dan Inceptisol mengalami dispersi atau tidak.
1.2. Tujuandan Kegunaan
Tujuandiadakanpraktikum dispersi tanah yaituuntuk melihat tingkat perkembangan agregat pada sampel tanah Alfisol dan Inceptisol terhadap proses dispersi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Kegunaandari praktikum ini yaituuntukmemberikaninformasitentang hal tingkat perkembangan agregat terhadap dispersi suatu jenis tanah, sebagai ilmu lanjutan yang dapat digunakan di lapangan pada komudity tanaman tertentu.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DispersiTanah
Dispersi merupakan pemisahan agregat tanah menjadi partikel-partikel yang lebih kecil dan menjadi masalah utama pada tanah akibat kadar garam yang tinggi. Agregat tanah menjadi pecah, mineral berukuran kecil dan partikel organik.Kebalikan dari dispersi adalah flokulasi atau penyatuan partikel partikel tanah menjadi agregat tanah (Darmawijaya, 1990).
Proses dispersi tanah merupakan suatu tahapan penting dalam proses pembentukan tanah. Proses pembentukan tanah dimulai dari pelapukan batuan induk menjadi bahan induk tanah, yang diikuti oleh proses pencampuran bahan organic dengan bahan mineral di permukaan tanah, pembentukan struktur tanah, pemindahan bahan-bahan tanah dari bagian atas tanah kebagian bawah dan berbagai proses lain yang dapat menghasilkan horizon-horizon tanah. Proses pembentukan horizon-horizon tersebut akan menghasilkan benda alam baru. Penampang vertical dari tanah yang menunjukkan susunan horizon tanah dari atas kebawah antara lain O, A, E, B, C, dan R. dan adapun yang menyusun solum tanah yaitu A, E, dan B. Hal ini di pengaruhi oleh terjadinya pencucian secara terus menerus yang mengakibatkan bahan organik didalam tanah terutama nitrogen terkandung didalam tanah akan berkurang yang mengakibatkan tanah kurang subur, Pada umumnya proses dispersi dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses pembasahan (wetting), proses pemecahan (grinding) dan proses stabilisas (Munir, 1996).
Dispersi dan flokulasi terjadi karena adanya muatan negatif pada partikel-partikel serta jenis dan jumlah kation yang terlibat. Pada partikel-partikel tanah bekerja denga kekuatan. Kekuatan pertama menyebabkan partikel-partikel tanah saling menolak, sedang kekuatan kedua dinamakan gaya Van Der Walls cenderung menyebabkan partikel-partikel tanah tertarik satu sama lain, baik yang bermuatan maupun yang netral, berukuran besar dan kecil. Jika kekuatan tolak menolak dominan, partikel-partikel akan terpisah satu sama lain (terdispersi) dan sebaliknya jika kekuatan tarik menarik melebihi kekuatan tolak menolak, partikel- partikel akan bersatu satu sama lain atau dikatakan mengalami flokulasi.
Dalam  proses terjadinya dispersi yang paling berperan dalam hal ini yaitu              Tumbukan-tumbukan antara partikel terdestabilisasi yang bertujuan membentuk flokulasi dengan ukuran yang relatif besar, adsorpsi merupakan mekanisme flokulasi diantaranya dilakukan oleh CaCl2. Jika kekuatan ionik di dalam air cukup besar, maka keberadaan partikel-partikel di dalam tanah sudah dalam bentuk terdestabilisasi. Dispersi tanah terjadi akibat beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain stuktur tanah, tekstur, topografi, curah hujan , dan  kandungan bahan organik yang terdapat di dalam tanah. Destabilisasi disini disebabkan oleh ion monovalen  dan divalen  yang berada di dalam air. Kejadian ini dinamakan “Koagulasi elektrostatik”, sedangkan koagulasi kimiawi adalah suatu proses dimana zat kimia seperti garam Fe dan Al, ditambahkan ke dalam air untuk merubah bentuk (transformasi) zat-zat kotoran. Zat-zat tersebut akan bereaksi dengan hidrolisa garam-garam Fe atau Al menjadi flok dengan ukuran besar yang dapat dihilangkan secara mudah melalui sedimentasi dan filtrasi tanah (Hardjowigeno,1993).
Slacking yaitu pecahnya agregat tanah oleh desakan udara yang  terjerat Selama terjadi pembasahan, volume udara berkurang dan terjadi penurunan gradien potensial matrik. slacking berkurang apabila kadar liat tanah meningkat (Hanafiah, 2005).
Flokulasi yang terjadi tergantung dari mekanisme destabilisasi  yang hanya ada satu mekanisme yang menyebabkan agregasi atau kombinasi dari beberapa mekanisme yang lain. Flokulasi terjadi karena destabilisasi muatan negatif partikel oleh muatan positif dari koagulan, tumbukan antar partikel, dan adsorpsi yang terjadi di dalam tanah. Flokulasi yang terjadi tergantung dari mekanisme destabilisasi  yang hanya ada satu mekanisme yang menyebabkan agregasi atau kombinasi dari beberapa mekanisme yang lain. Mekanisme koagulasi dan flokulasi terjadi karena destabilisasi muatan negatif partikel oleh muatan positif dari koagulan, tumbukan antar partikel, dan adsorpsi yang terjadi di dalam tanah (Hakim, 1986).
Swelling adalah proses pengembangan pada tanah, yang  disebabkan oleh air. Masalah yang timbul pada stabilitas agregat karena daya dukung tanah yang rendah seringkali pada lapisan bawah  timbul pengerasan yang disebabkan oleh penggunaan alat-alat berat (traktor), dan selain itu pemadatan tanah disebabkan karena seringnya tanah diolah (dibajak, dicangkul, dan lain-lain), lempung dengan sifat kembang-susut yang tinggi atau tanah lempung ekspansif umumnya, tanah jenis ini memiliki kekuatan memikul beban yang rendah, terutama apabila tanah tersebut mengembang (Foth, 1994).
2.2 Faktor-faktor  YangMempengaruhi Proses Terjadinya Dispersi Tanah
Faktor–faktor yang mempengaruhiterjadinyapendispersian tanah yaitu yang pertama strukturtanah,apabilastrukturtanahberpasirmaka, tanahlebihmudahmengalamipendispersian. Yang kedua curahhujan, apabilacuarahhujan di suatudaerahtinggimakatanahakanlebihmudahmengalamipendispersian dibangdingkandaerah yang tingkatcurahhujannyarendah, yang ketiga teksturtanahjugamempengaruhi proses pendispersianapabilatanahbertekturpasirmakatanahakanlebihmudahmengalamipendispersian, kemudiankandunganbahanorganik, semakinbanyakbahanorganik di dalamtanahmakasemakinmudah pula tanahmengalamipendispersian (Hardjowigeno,1993).
III.METODOLOGI PERCOBAAN
3.1. TempatdanWaktu
PraktikumDispersi Tanah dilaksanakan di Laboratorium Fisika Tanah, JurusanIlmuTanah,FakultasPertanian, UniversitasHasanuddin,Makassar.Padahari Kamis, 21 Oktober 2010,  pukul 15.00  WITA-selesai.
3.2. AlatdanBahan
Adapunalat-alat yang digunakanpadapraktikumDispersi Tanah adalah
·         Cawan petridis, yang berfungsi sebagai wadah untuk menyimpan agregat tanah. 
·         Gelasukur, yang berfungsi sebagai gelas untuk mengukur air dan larutan
Adapun  bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum Dispersi Tanah  adalah larutan CaCl2, Aquades, Tanah alfisol dan tanah inceptisol.
3.3. Prosedur Kerja
Adapunprosedurkerja yang dilakukandalampraktikumDispersi Tanah antara lain:
1.      Vial 1: Menuangkansekitar 20 ml air demineralised .Kedalamnyasecarahati-hatimenjatuhkan 3 butiragregatkeringudaradengan diameter 3 sampai 5 mm, danmembiarkannyaselama 2 jam,lalumengamatiapakahmengalami slaking, disperse atauswallingterjadi.
2.      Vital 2 :Menambah 20 mL, larutan CaCl2berkonsentrasi 10 mmol/L. Melakukanhal-hal yang samapada vial 1 , tetapimenggunakan CaCldaripada air.
  1. Vial 3 :Padasekitar 10 mg tanah  di dalam container di tamabahkan air demineralised,cukupuntukmendapatkankandungan air sekitarkapasitaslapang .
  2. Vial 4 :Menyiapkan suspense tanahdenganperbandingantanahdengan air 1 : 5, denganjalanmenambahkan 5 g agregattanahkedalam 25 ml air di dalam vial tertutup, lalumengocoksuspensetanahselamasekitar 10 menit, kemudianmemindahkan suspense kedalam beaker. Membiarkansuspensemengendap selama 5 menit. Mengamatiapakahtanahterdispersiatauterflokulasi.
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Berdasarkanhasilpengamatan yang telah dilakukan, makadiperolehhasilsebagaiberikut:
Tabel.PengamatanDispersi Tanah Alfisols dan Inceptisols
Jenis Tanah
Vial 1
Vial 2
Vial  3
Vial  4
Alfisol
Slacking
Flokulasi
Dispersi
Dispersi
Inceptisol
Slacking
Slacking
Dispersi
Dispersi
4.2 Pembahasann
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh pada tanah Alfisol, untuk  vial 1 mengalami slacking,hal ini disebabkan oleh kandungan bahan organik yang banyak terdapat di dalam tanah tersebut, vial 2 mengalami flokulasi, , hal ini disebabkan oleh kandungan bahan organic yang terdapat di dalam tanah .jika di dalam tanah mengandung bahan organik  yang tinggi maka tanah akan lebih mudah mengalami flokulasi atau penyatuan agregat pada tanah. .Hal ini sesuai dengan pendapat Hardjowigeno (2003)  yang menyatakan bahwa tanah yang mempunyai kandungan bahan organik tinggi akan memeperlambat proses pemisahan agregat tanah ,yang mengakibatkan tanah akan mengalami kekurangan bahan organik yang membuat tanah akan kurang subur. pada vial 3 dan 4 mengalami pendispersian. Hal ini disebabkan sturktur tanah pada tanah Alfisols lebih didominasi oleh  pasir yang dipengaruhi oleh tingkat curah hujan yang tinggi, sehingga tanah  mudah mengalami proses pendispersian. Hal ini sesuai dengan pendapat Hanafiah (2005), yang menyatakan bahwa tanah yang mudah mengalami pendispersian dipengaruhi oleh tingkat curah hujan yang tinggi, yang mengakibatkan terjadinya erosi di suatu daerah. Selain itu, proses ini mengakibatkan pencucian secara terus-menerus sehingga pemisahan agregat-agregat kepartikel-partikel dalam tanah lebih mudah terpisah.
 Sedangkan pada tanah inceptisol vial 1 dan 2 mengalami slacking,Hal ini disebabkan tanah ini bertekstur pasir. Tanah-tanah yang bertekstur pasir butir-butirnya berukuran lebih besar, sehingga  umumnya tanah yang bertekstur pasir akan lebih mudah mengalami slackingsedangkan vial 3 dan 4 mengalami pendispersian.hal ini disebabkan oleh  jumlah kandungan bahan organik yang banyak terdapat di dalam tanah. Jika di dalam tanah mengandung bahan organik  yang tinggi maka tanah akan lebih mudah mengalami pendispersian,. Setelah destabilisasi selesai mulai terbentuk agregasi partikel yang mana diameternya lebih kecil dari 1 mikrometer untuk sementara cuma bergerak berdasarkan difusi dan akan terjadi agregasi antar mereka. Hal ini sesuai dengan pendapat  Foth (1994), yang menyatakan bahwa tanah yang bertekstur pasir akan lebih mudah mengalami pemisahan dibandingkan tanah yang bertekstur liat karena tanah bertekstur pasir terasa kasar sangat jelas, tidak melekat, dan tidak dapat dibentuk bola dan gulungan.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkanhasilpengamatan yang telahdilakukan,makadapatdisimpulkanbahwa:
1.      Pada tanah alfisol, vial 1 mengalami slacking, vial 2 mengalami flokulasi, vial 3 dan 4, mengalami dispersi.
2.      Pada tanah inceptisol, vial  1 dan 2 mengalami slacking, vial  3 dan 4 mengalami dispersi.
3.      Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi dispersi tanah yaitu tekstur tanah, struktur tanah, curahhujan, topografi, dan kandungan bahan organik yang terdapat di dalam tanah.
5.2. Saran
Sebaiknya,dalam melaklukan praktikum menggunakan banyak jenis tanah pada tiap percobaan, agar kita dapat membandingkan yang mana mengalami dispersi.
DAFTAR PUSTAKA
Darmawijaya, Isa M. 1990. .Klasifikasi Tanah. Gadjah Mada University.
         Yogyakarta
Foth, Hendry D. 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Erlangga, Gajah Mada
University Press. Yogyakarta.
Hakim, N., M. Yusuf Nyakpa, A. M. Lubis, Sutopo Ghani Nugroho, M. Amin     Diha, Go Ban Hong, H. H. Bailey, 1986.Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung.  Lampung
Hanafiah, Dr. Ir. Kemas Ali. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT Raja Grafindo   Persada, Jakarta
Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika pressindo. Jakarta.
Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika pressindo. Jakarata.
Munir, M. S. 1996. Tanah-Tanah Utama Indonesia. Pustaka Jaya. Jakarta